JAKARTA, KOMPAS.com – Kloter pertama investor Jepang yang menggarap pasar properti Indonesia kurun 1970-an cenderung simultan. Mereka datang berbarengan dengan tawaran fulus menantang.
Satu yang pasti, jika ditinjau dari nilai investasi per proyek berkisar antara 1 juta dollar AS hingga ratusan juta dollar AS (Rp 9,6 miliar sampai triliunan rupiah).
-- Fakky Ismail Hidayat
Menurut Head of Capital Market and Investment Knight Frank Fakky Ismail Hidayat, dana yang masuk bisa jauh lebih besar dari yang termonitor. Kendati beberapa dari investor tersebut menggunakan jasa konsultan properti, tak kalah banyak yang bergerilya sendiri. Mereka menghubungi langsung pengembang/mitra lokal atau kontak melalui jaringan lain.
"Satu yang pasti, jika ditinjau dari nilai investasi per proyek berkisar antara 1 juta dollar AS hingga ratusan juta dollar AS (Rp 9,6 miliar sampai triliunan rupiah)," ungkap Fakky kepada Kompas.com, Jumat (12/4/2013).
Ada beberapa catatan menarik, investor generasi awal lebih tertarik menggarap proyek-proyek "landmark" ketimbang proyek berklasifikasi di bawahnya atau "ecek-ecek". Mereka berkompetisi, bahkan tak jarang menjadikan satu sama lain sebagai rival. Persaingan sengit tidak saja dalam tataran besaran nilai investasi, juga skala proyek, dan keunikan desain. Contohnya Mitsui Corporation dan JAL Hotels Corporation yang membangun Wisma Nusantara. Ini merupakan gedung perkantoran pertama di bilangan MH Thamrin, Jakarta Pusat, sebagai simbol "invasi" Jepang di Indonesia. Karena di sini bercokol perusahaan-perusahaan negara Matahari Terbit sebagai tenannya. Mitsui Corporation dan JAL Hotels Corporation menggaet Indocement Tunggal Prakarsa sebagai mitra lokal strategis. Wisma Nusantara juga popular dijuluki Hotel President (saat ini Pullman Hotel).
Kesuksesan Wisma Nusantara secara komersial, diekori Itochu Corporation yang berkolaborasi dengan Jakarta Setiabudi International. Hasil karya mereka adalah Menara Cakrawala (Skyline Building) yang dibangun pada 1976.
Kemudian berturut-turut pada medio 1980-an, Sumitomo mendirikan Summitmas Tower. Bangunan jangkungyang disewakan ini merupakan usaha patungan antara Sumitomo dan perusahaan Indonesia di bawah naungan bendera Summitmas Property. Dalam perjalanannya kemudian, perusahaan ini memfokuskan diri pada pengembangan dan manajemen gedung perkantoran (commercial high rise). Menurut laporan Leads Property Indonesia, hingga saat ini Summitmas Property sudah membangun dan mengoperasikan dua gedung perkantoran, yaitu Summitmas I dan II.
Saat yang sama, Kyoei Corporation menyulap lahan kosong di koridor Sudirman menjadi gedung megah Prince Center. Terdorong oleh tingkat okupansi yang tinggi, mereka kemudian mengembangkan Kyoei Prince pada 1993. Sementara Shimizu Corporation, pada 1987, melansir Mid Plaza yang dilengkapi dengan fasilitas akomodasi yang sekarang bernama Intercontinental Hotel.
Anda sedang membaca artikel tentang
Negeri Sakura Serbu Indonesia Bagian II
Dengan url
http://warmcupofblackcoffee.blogspot.com/2013/04/negeri-sakura-serbu-indonesia-bagian-ii.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Negeri Sakura Serbu Indonesia Bagian II
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Negeri Sakura Serbu Indonesia Bagian II
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar